Home » » 300 Rise of an Empire : Perang Yang Tidak Akan Pernah Berakhir

300 Rise of an Empire : Perang Yang Tidak Akan Pernah Berakhir

Written By Unknown on Senin, 01 September 2014 | 15.32


300 yang digarap Zack Snyder di tahun 2006 lalu adalah sebuah film laga fantastis yang menjual hal-hal baru yang masih jarang diangkat ke layar lebar. Dengan warna bergaya monochromatik yang terkesan klasik, musik cadas yang menggelegar, adegan aksi yang super berdara-darah, serta pameran para laki-laki atletis berperut sixpack, film berjudul tersebut  itu sudah memberikan pakem serta standar sebuah film laga yang cukup tinggi khususnya film action yang manly. King Leonidas juga telah dengan berhasil mendefinisikan sosok prajurit Sparta yang tangguh, jantan, serta heroik dengan sebenarnya dalam perang Thermopylae melawan raja Xerxes dari Persia. Gerard Butler adalah aktor dibalik melegendanya sang pahlawan yang dengan gagah berani melawan ribuan pasukan Persia dengan hanya 300 pasukan saja. Dengan teriakan lantang, 'This Is Sparta' King Leonidas bersama pasukan 300 nya berhasil memporak-porandakan perolehan box office di bulan Maret. Film ini berhasil menjadi film dengan opening weekend tertingi di bulan maret waktu itu.
300 Rise of an Empire muncul sebagai akibat dari kesuksesan luar biasa baik dari segi komersil maupun dari kualitas film sebelumnya. Unilknya Rise of an Empire belum bisa untuk dikatakan sebagai sekuel ataupun prekuel langsung dari film yang memperkenalkan nama Lena Heady dalam dunia film dan televisi itu. Rise of an Empire mengambil setting sebelum, saat, dan setelah kejadian di Thermopylae itu.

Kali ini cerita berfokus pada seorang jenderal Athena bernama Themistocles yang punya loyalitas sangat tinggi terhadap bangsanya Yunani. Dalam sebuah pertempuran di Marathon, Themistocles berhasil melesatkan anak panah dan membunuh Raja Darius Agung dari Persia. Sialnya, anak sang raja yang bernama Xerxes tidak ikut tewas dalam peperangan tersebut. Dengan kebencian dan dendam yang luar biasa, Xerxes yang sedikit mendapat pengaruh dari Artemisia (Eva Green), salah satu komandan perang Raja Darius yang sangat setia, menjelma menjadi seorang Raja yang ambisius, tak berperkemanusiaan, serta menganggap dirinya adalah raja dari para dewa. Xerxes kemudian mengutus Artemisia, seorang wanita komandan perang yang tangguh yang memiliki ribuan awak kapal untuk menghancurkan Yunani sekaligus menuntut balasan kematian ayahnya itu. Meskipun seorang wanita, Artemisia dikenal sebagai prajurit yang sangat terlatih, kejam, serta mempunyai kemampuan maritim dan muslihat yang handal. Artemisia yang juga menyimpan rasa dendam yang sangat dalam terhadap Yunani yang telah menghabisi keluarganya, harus berhadapan dengan Jenderal Themistocles dalam 'dua' perang besar yang mereka mainkan.

Eva Green bisa dibilang cukup berhasil menghadirkan sosok Artemisia dengan mengesankan. Wajah eksotis dan misteriusnya berhasil menciptakan kengerian akan komandan perang yang terkenal kejam dan menakutkan itu. Dalam beberapa adegan yang mengharuskannya untuk berkelahi, Green juga tidak terlihat kaku dan canggung. Mungkin Artemisia adalah saah satu villain terbaik di tahun 2014. Yang cukup disayangkan adalah penggalian karakter serta porsi Artemisia yang kurang besar. Mungkin spin-off tentang komandan maritim yang tangguh ini bisa dibuatkan filmnya sendiri kelak. Sementara untuk sang jenderal diperankan oleh aktor yang masih cukup asing dikenal yakni Sullivan Stapleton. Meskipun tidak sekekar Gerard Butler sebagai Leonidas, Stapleton bisa dikatakan cukup mampu menampilkan seorang pemimpin yang loyal, gigih, dan karismatik paling tidak terhadap anak buahnya. Pidato pengobar semangatnya meskipun tidak seagung William Wallace dalam Braveheart, Jenderal Themistocles mampu membuat tentara Yunani terbakar motivasinya dan bisa disegani oleh Artemisia dan awak maritimnya.

Perpindahan bangku sutradara dari tangan Zack Snyder ke Noam Murro terbukti cukup punya pengaruh yang signifikan. Kendatipun Snyder masih duduk di bangku produser kali ini, tetap saja Rise of an Empire masih terlalu jauh untuk disandingkan dengan 300. Bukan hanya pengulangan gaya perkelahian yang diulang-ulang. Adegan gory penuh ceceran darah juga sudah bukan lagi hal baru yang punya kenikmatan spesial untuk ditonton. Serial Spartacus dan Game of Thrones sudah melakukan adegan-adegan sadis bersimbah darah dengan lebih menohok. Jika darah dan adegan-adegan nggak masuk akal lain yang melibatkan daging dan pedang dalam Game of Thrones ataupun Spartacus mampu bikin kita bergidik dan mual, adegan serupa dalam Rise of an Empire malah terkesan biasa saja. Beruntung, duet Artemisia dan Themistocles bisa mengobati kekurangan-kekurangan dari segi plot dan style penggarapan. Naskah film ini terlalu cetek dan setipis kertas.

Mitologi Yunani jelas merupakan lahan emas bagi perfilman Hollywood. Tahun 2014 tercatat ada 4 film bertemakan seputar mitologi yunani yang dirilis, yaitu 2 film tentang Hercules, Pompeii,dan Rise of an Empire yang semuanya memiliki background dan tema yang berbeda-beda. Bukan tidak mungkin film ini juga bakalan ada lanjutannya kelak, apalagi ending Rise of an Empire juga masih memungkinkan untuk dikembangkan lagi ceritanya. Dan bersiaplah untuk melihat serangkaian adegan perang antara Yunani dan Persia dalam wajah dan semangat yang tidak akan pernah berakhir.

Judge
Naskah : 5/10
Akting : 6/10
Teknis : 5/10
Ending : 4/10
Keseluruhan : 5/10
Share this article :

0 komentar :

Postingan Populer

Random Post

 
Support : partner1 | partner2 | partner3
Copyright © 2013. MOVIE WORLD - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger