Home » » Once, In A Good Year, There Will Be Blood........

Once, In A Good Year, There Will Be Blood........

Written By Unknown on Kamis, 15 Januari 2009 | 02.32

GOOD,..THERE WILL BE BLOOD…..!!



Ada dua alasan yang membuat A Good Year patut direkomendasikan dalam daftar tonton. Alasan pertama adalah bersatunya kembali sutradara dan pemain utama Gladiator. Di film bergenre drama romantis inilah Ridley Scott dan Russell Crowe kembali bekerja sama untuk yang kedua kalinya setelah sebelumnya mensukseskan Gladiator di panggung oscar dan di kancah box office. Dan kelak keduanya akan kembali bekerja sama sebanyak empat kali. Tulisan ini tidak membahas tentang American Gangster ataupun Body of Lies yang bakal tayang di akhir tahun 2008, akan tetapi akan sedikit mengupas tentang film drama yang diangkat dari sebuah novel tersebut. Alasan kedua adalah kehadiran Marion Cotillard, aktris cantik asal Perancis yang mendadak menjadi sorotan setelah meraih oscar lewat La Vie en Rose beberapa waktu lalu. Memang saya belum menyimak La Vie en Rose, tapi melihat kiprah Cotillard dalam A Good Year, rasa-rasanya Cotillard memang pantas menyingkirkan favorit utama Julie Christie dalam perebutan gelar best actress. Dengan logat perancis khasnya didukung parasnya yang memang benar-benar sangat mempesona, sosok
Edith Piaf, penyanyi legendaries asal Negara Eiffel yang meninggal saat kariernya sedang naik daun itu berhasil dihidupkan oleh Cotillard dengan dibantu oleh dukungan make-up jempolan yang juga diganjar piala oscar.
Dikisahkan seorang bankir kharismatik Maximillan Skinner mendadak harus kembali ke kampung halamannya setelah ia mendapat wasiat warisan seluruh peninggalan pamannya, Henry Skinner yang diperankan oleh Albert Finney, beserta kebun anggur miliknya. Max, yang seorang workaholic harus membiasakan tinggal di ‘istana’ pamannya yang megah dengan kehidupan yang jauh dari rutinitasnya. Saat max bertemu dengan Christie, anak hasil hubungan Henry dengan seorang wanita asal Amerika keinginan Max untuk menjual seluruh peninggalan pamannya beserta kebun anggur miliknya, tiba-tiba mendapat gejolak. Begitu pula saat Max bertemu dengan Shelby, seorang pramusaji jelita yang diperankan oleh Cotillard. Jadilah A Good Year sebuah tontonan ringan dengan Russell Crowe dan Ridley Scott sebagai dagangan utamanya. Tetapi malahan justru Marion Cotillard lah yang menjadi daya pikat utama dalam film yang sebetulnya terkesan membosankan ini. Pesona wajah dan aksen Perancisnya benar-benar mampu meluluhkan hati Max yang seorang pekerja keras dan juga para penonton pada umumnya.
Secara keseluruhan A Good Year tidak buruk-buruk amat, tapi jika kita melihat siapa sutradaranya, sepertinya film yang juga dibintangi actor masa depan Freddie Highmore ini sangat standar sekali. Bagaimana mungkin sutradara penghasil tontonan-tontonan bermutu seperti Alien, Blade Runner, dan Kingdom of Heaven ini membuat film yang sangat dangkal di segala aspek dan cenderung mudah dilupakan. Beruntung sekali para pemainnya mampu menyuguhkan porsi yang pas dan memikat. Selain Cotillard dan Highmore yang atraktif, permainan acting Abbie Cornish sebagai Christie juga lumayan kendati masih di bawah bayang-bayang Finney yang memerankan dua karakter yang berbeda. Permainan actor veteran ini mengingatkan akan kiprahnya dalam Big Fish yang juga tidak dapat dikatakan jelek. Russell Crowe,…??? Wah, sepertinya bayang bayang Maximus sang Gladiator belum dapat lepas dari actor Aussie ini. Mudah-mudahan dalam Body of Lies, setidaknya performa memukaunya seperti yang ia tamplkan dalam American Gangster minimal dapat dipertahankan.


Bicara tentang performa memukau, Daniel Day-Lewis benar-benar mengerahkan seluruh kemampuan actingya yang prima lewat There Will Be Blood. Sehingga tak segan-segan pihak Academy Awards mengganjarya piala oscar untuk yang kedua kali lewat perannya sebagai pengusaha minyak ambisius yang punya perusahaan pengeboran sendiri dalam film garapan Paul Thomas Anderson tersebut. Penampilan acting actor veteran asal Inggris itu benar-benar mendominasi dan menjadi nyawa keseluruhan dari There Will Be Blood. Jika Anda bukanlah seorang penggemar film, ataupun seorang maniac film yang belum mengenal siapa Day-Lewis. Setelah menyaksikan film panjang berdurasi hampir tiga jam ini, dipastikan Anda akan kagum dengan actor watak yang satu ini. Kharismnya tidak kalah seperti yang ia tampilkan dalam Gangs of New York ataupun My Left Foot yang memberinya piala oscar pertama Ada dua scene yang benar-benar membuat saya pribadi kagum dengan kapabilitas aktingnya, yakni saat Daniel menghajar pastor muda yang diperankan juga dengan apik oleh Paul Dano. Mimic, ekspresi, serta tingkah polahnya sangat mendukung bahwa ia adalah seorang actor watak jempolan yang sudah sangat teruji kualitas actingnya. Mungkin Anda harus menyaksikan salah satu peran luar biasa sebuah karakter sepanjang sejarah dalam film ini……..
Tapi acting luar biasa dari pemain The Last of Mohicans ini dimentahkan oleh Javier Bardem dalam No Country For Old Man. Best picture oscar malah didapat oleh film garapan Coen Brothers tersebut. Meskipun There Will Blood lebih bertenaga di segi penggarapan, namun No Country juga lebih membumi dari segi naskah cerita yang lebih universal. Dunia kriminalitas yang getir dikisahkan lewat tiga karakter kuatnya yang saling berhubungan. Josh Brolin semakin matang aja aktingnya dan segera menjelma menjadi actor watak berkelas. Buktinya, actor yang juga main dalam American Gangster ini segera diplot Oliver Stone untuk menjadi George W Bush dalam W. Sayangnya saya belum menyimak kiprahnya dalam film semibiografi tersebut. Sedangkan Tommy Lee-Jones, meskipun porsinya tidak terlalu besar, namun perannya disitu juga penting sekaligus menjelaskan arti judul ‘No Country For Oldman’ sendiri.


Bakat adalah sebuah karunia Tuhan yang diberikan secara khusus kepada makhluk-Nya semenjak ia dilahirkan ke dunia. Kadang bakat kerap sekali dikaitkan dengan hobby dan skill seseorang. Lebih jauh lagi, bakat lah yang kadang menuntun seseorang menuju tangga kesuksesan. Once menjadi contoh bagi seseorang untuk mencari karier yang sesuai dengan ‘gift’ pemberian Tuhan-Nya. Dalam film tersebut diceritakan tentang seorang pria dengan kegemaran dan bakat bermain gitarnya merintis karier agar menjadi terkenal. Meskipun dia anak seorang pen’service’ vacuum cleaner yang sederhana, namun keahliannya dalam memetik gitar hampir menyamai para pemain gitar professional. Dengan lagu-lagu yang dikarangnya sendiri, beserta gitar butut kesayangannya, ia mulai mengalunkan suaranya di berbagai penjuru kota Dublin sambil mengharap beberapa receh dari orang-orang yang melintas. Hingga pada suatu hari ia bertemu dengan seorang wanita beranak satu yang juga menyukai musik terutama piano yang kemudian mensupport dan mendorongnya agar menjadi penyanyi terkenal. Klise memang, tapi disitulah letak kekuatan film indie asal Irlandia ini. John Carney, sang sutradara menggambarkan perjalanan pria tersebut yang diperankan oleh Glen Hansard dengan cukup ritmis. Mulai dari aktivitasnya mengamen di jalan-jalan, memainkan gitarnya di sela-sela waktu di berbagai tempat, kisah romantis singkatnya dengan wanita yang dimainkan oleh si cantik Marketa Irglova, kolaborasi keduanya, proses rekaman perdananya, hingga rencananya hijrah ke London untuk meniti karier bermusiknya. Meskipun hanya secuil kisah, namun semuanya diceritakan dengan runtut dalam balutan lagu-lagu yang indah disepanjang film.
Seperti halnya Enchanted, Once juga merupakan film musical yang lebih mengutamakan soundtrack-soundtrack indahnya ketimbang plot cerita, penokohan, ataupun hal teknis lainnya. Bedanya, jika filmnya Amy Adams itu lebih komersil dengan mengandalkan Disney sebagai pabriknya, film ini justru tetap ‘pede’ berjalan di jalur indie. Dan memang, film ini bertenaga dengan musik-musiknya yang enak didengar dan membekas. Tercatat setidaknya ada tiga tembang yang bagi saya pribadi benar-benar menyentuh dan indah diantaranya When You’r Mind’s Made Up, If You Want Me, dan Once, yang kesemuanya kebanyakan dinyanyikan secara duet antara Hansard san Irglova. Namun hanya tembang Falling Slowly lah yang terus terang saya putar berulang-ulang setelah menyaksikan filmnya. Sama memorablenya dengan lagu I Need to Wake Up yang merupakan soundtrack film yang meraih best song di ajang oscar., lagu yang juga dibawakan secara duet ini juga meraih best original song di ajang oscar terakhir. Malahan dengan dibawakan secara berdua, lagu yang liriknya dalam ini lebih membuat merinding ketika didengar dan memang sangat pas dan matching dengan inti kisah dalam filmnya yakni tentang pengejaran karier masa depan. Pokoknya dijamin, Anda akan hanyut bersama lantunan suara indah Hansard dan Irglova dalam Falling Slowly ini…..
Share this article :

0 komentar :

Postingan Populer

Random Post

 
Support : partner1 | partner2 | partner3
Copyright © 2013. MOVIE WORLD - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger